Pemilik Tanah Bersertifikat Sebut Dikalahkan Hakim Pengadilan Negeri Sungai Penuh, Yunadi: Banyak Putusan Kontradiktif

https://jambihariini.com/wp-content/uploads/2024/08/FB_IMG_1724245856055.jpg

JAMBIHARIINI,KERINCI – Putusan Hakim Pengadilan Negeri Sungai Penuh dalam perkara perdata 68/Pdt.G/2022/PN-Spn hingga kini masih menjadi sorotan.

Para tergugat dalam perkara kepemilikan sebidang tanah di Desa Agung Koto Iman, Kecamatan Tanah Coqok, Kabupaten Kerinci,menilai putusan hakim berat sebelah, sengaja mengalahkan para tergugat selaku pemilik tanah bersertifikat.

Yunadi salah seorang tergugat dalam perkara ini mengatakan banyak keterangan saksi fakta dari tergugat yang tidak ada dimasukkan dalam putusan hakim.

“Sudah kami baca putusan hakim pengadilan negeri Sungai penuh, banyak keterangan saksi fakta kami yang tak dimuat di putusan. Bukti-bukti kami banyak diabaikan, saat sidang sudah jelas saksi kami yang juga ketua lembaga adat mengatakan tanah yang menjadi objek perkara bukanlah tanah pusaka tinggi. Namun dalam putusan tak ada dimuat hakim. Kami berani menantang hakim untuk membuka kembali CCTV saat sidang, bisa dilihat keterangan saksi fakta, ” jelas Yunadi bersama tergugat Widya dan lainnya, Minggu (28/5/2023).

Selain itu menurut Yunadi Cs, putusan hakim pengadilan negeri sungai penuh sudah tiga kali penundaan, dari jadwal yang seharusnya.

“Beberapa kali penundaan putusan yang diberitahukan melalui aplikasi ecourt ini kami sudah mulai curiga. Banyak lagi yang kontradiktif dalam putusan tersebut, seperti pada halaman 17 dengan halaman 25 dalam putusan, bukti surat keterangan disebutkan ada yang asli, namun pada halaman lain lagi disebutkan hanya ada fotokopi. Ada lagi petitum penggugat yang diperbaiki oleh hakim dalam putusannya, apakah boleh?. Belum lagi yang lain, jadi kami ini dikalahkan bukan kalah, ” tegas Yunadi.

Sehingga para tergugat menilai keputusan hakim pengadilan negeri sungai penuh Kamis ( 26/5)2023) banyak yang keliru, dan tidak adil dalam memutuskan perkara tersebut. Apalagi tanah objek perkara sudah dikuasai turun temurun sejak tahun 1930 hingga saat ini, dan sudah bersertifikat sejak tahun 1984. Ditambah lagi bukti rumah tua di atas tanah tersebut yang sudah berumur ratusan tahun yang dihuni dan dikuasai tergugat.

“Kami menilai putusan hakim pengadilan sungai penuh yang diketuai oleh Muhammad Taufiq, S.H dan Rafi Maulana, S.H. dan Wening Indradi, S.H.,M.Kn masing-masing sebagai Hakim Anggota tidak adil dan menyalahi undang-undang. Atas putusan ini kuat dugaan kami ada mafia hukum dan mafia tanah di pengadilan negeri sungai penuh, ” kata tergugat Yunadi didampingi kuasa insidentil tergugat, Jumat (26/5/2023)

Selain itu para tergugat menilai pada putusan perkara tersebut terindikasi kuat dugaan adanya permainan hukum di Pengadilan Negeri Sungai Penuh, sehingga pemilik sertifikat tanah yang asli kalah di persidangan. Atas putusan ini pula, para tergugat akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jambi.

“Sekali lagi kami menilai putusan janggal dan aneh putusan pengadilan yang memenangkan penggugat dalam perkara perdata nomor 68. Apalagi bukti surat perjanjian yang diajukan penggugat hanya fotokopi. Tidak ada yang asli. Sedangkan hakim mengabaikan bukti dan fakta persidangan yang disampaikan oleh saksi tergugat bahwa di Desa Agung Koto Iman tidak ada tanah pusaka tinggi, tetapi tanah tersebut adalah tanah warisan yang turun temurun dari dulu dikuasai tergugat, ” jelas tergugat.

Dalam persidangan tersebut, para tergugat dan kuasa tergugat juga sudah menyampaikan bukti-bukti berupa sertifikat tanah asli yang diterbitkan BPN Kerinci, surat keterangan dan pernyataan dari Lembaga Adat Koto Iman yang ditandatangani oleh ketua lembaga adat dan pengurus lembaga adat yang menerangkan bahwa tanah yang menjadi objek perkara tersebut adalah warisan dari H Khatib kepada anak cucunya, bukanlah tanah pusaka tinggi. Serta bukti surat keterangan ahli waris tanah tersebut, dan bukti surat keterangan dari tokoh masyarakat serta warga lainnya.

“Jadi bukti- bukti asli sudah kami ajukan, dan dua orang saksi yang kami hadirkan dipersidangan yakni ketua lembaga adat setempat dan pengurus lembaga adat, itu kami nilai sudah kuat. Tapi hakim mengabaikan ini semua,” Jelasnya

Dengan begitu, tergugat Yunadi menduga ada yang tidak beres dengan putusan Majelis Hakim pengadilan negeri sungai penuh dalam perkara ini. “Logika kami, jika putusan tidak sesuai dengan undang-undang, berarti wajar kami menduga terjadi sesuatu mafia hukum dan mafia tanah,” tukasnya.

Tergugat menginginkan penegakan hukum benar-benar ditegakkan, benar dinyatakan benar dan yang salah dinyatakan salah. “Kami tergugat sudah menyampaikan 5 alat bukti di persidangan dan menghadirkan dua orang saksi fakta. Tapi semuanya diabaikan oleh hakim pengadilan negeri sungai penuh. Untuk itu kami menuntut keadilan, ” jelasnya.

Selain itu menurut tergugat, fotokopi surat dapat diterima dalam persidangan apabila dapat dicocokkan dengan aslinya, dan kekuatan pembuktiannya sama seperti surat aslinya. Akan tetapi bukti surat perjanjian dari penggugat ini tak ada yang asli.

“Sedangkan penggugat hanya melampirkan 3 alat bukti, satu di antaranya yakni surat perjanjian tapi tidak ada yang asli, hanya fotokopi. Kalau merujuk pada 4 yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang menyatakan jika bukti surat berupa fotokopi merupakan alat bukti yang tidak sah. Sehingga putusan untuk memenangkan pihak penggugat dalam perkara perdata nomor 68 ini adalah putusan yang menyalahi undang-undang, ” kata tergugat

“Pada Yurisprudensi ada 4, bahwasanya bukti fotokopi itu tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah. Berarti disini kan terjadi keanehan, kenapa hakim menggunakan fotokopi menjadi bukti yang sah, ini kan bertentangan dengan undang-undang. Untuk itu Kami menilai hakim salah dalam memutus perkara ini, ” jelasnya

Sementara itu Pengadilan Negeri Sungai Penuh dimintai tanggapan terkait putusan ini belum memberikan keterangan, saat didatangi di pengadilan negeri ruangan PTSP, petugas mengatakan bagian humas sedang berada di luar. “Nanti Senin ini bisa kembali lagi, ” ujar pegawai pengadilan negeri sungai penuh.

Untuk diketahui, sebelumnya perkara perdata sebidang tanah yang terletak di Desa Koto Iman sebelum pemekaran, atau Desa Agung Koto Iman, Kecamatan Tango setelah pemekaran sudah dikuasai tergugat sejak dulu, dan disertifikatkan tahun 1984. Namun pada tahun 2021 masuk gugatan dari Aidiah yang mengatakan tanah tersebut merupakan tanah pusaka tinggi, yang menjadi miliknya, hingga dilanjutkan ke persidangan. Dan dalam putusan itu hakim pengadilan Negeri sungai penuh memutuskan Niet Ontvankelijke Verklaard atau disebut sebagai Putusan NO, putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.

Namun pada 2022 Penggugat Aidiah melalui kuasa hukumnya kembali mengajukan gugatan tetapi saat itu gugatan dicabut kembali. Kemudian digugat lagi pada Oktober 2022, hingga keluar putusan hakim pada Kamis (25/5/2023) yang mengalahkan tergugat selaku pemilik sertifikat tanah tersebut.

Putusan inilah yang diprotes para tergugat perkara perdata nomor 68/Pdt.G/2022/PN-Spn, menilai putusan hakim tidak adil. Karena tergugat memiliki sertifikat dan 4 bukti lainnya yang jadi dasar pemilikan tanah tersebut. Bahkan tergugat akan melakukan banding di Pengadilan Tinggi Jambi dan hingga ke tingkat Mahkamah Agung RI.  (Ham)