KERINCI – Anggota DPRD Kerinci menyorot PLTA Batang Merangin yang dikerjakan oleh PT Kerinci Merangin Hidro (KMH) Kerinci. Ini terkait tenaga kerja dan pajak BPHTB yang menurut DPRD Kerinci, PLTA terkesan tak transparan dalam memberikan laporan.
Pimpinan DPRD Kerinci, Yuldi Herman mengatakan sebelumnya dinas terkait pernah menyampaikan di Banggar bahwa PLTA belum membayar pajak BPHTB. Termasuk juga dengan laporan tenaga kerja yang digunakan belum ada data yang jelas.
Sehingga ketua komisi II DPRD Kerinci ini meminta PLTA Batang Merangin untuk pro aktif menyampaikan laporan.
“Kita meminta kepada PLTA Batang Merangin untuk pro aktif memberikan data yang akurat terkait tenaga kerja, jangan seperti PGE Lempur dulunya,” katannya
“Dulu pernah waktu di Banggar dinas melaporkan PLTA pernah tak membayar pajak BPHTB, kita PLTA juga pro aktif dengan BPHTB ini, kita minta PLTA terbuka dengan pemerintah daerah. Jangan saat ada masalah dengan PLTA nanti Pemkab kerinci yang disalahkan,” jelasnya
Yuldi mengatakan DPRD Kerinci akan sidak dalam waktu dekat ke PLTA agar tidak ada isu yang tidak jelas di masyarakat. Serta melihat langsung proyek PLTA di Kerinci yang sudah cukup lama
“Kita bukan menghalangi investasi masuk kerinci, kita mendorong itu, tapi jangan sampai melanggar regulasi yang telah ada. Kita sudah pernah kita minta mereka melaporkan tapi belum juga. Jadi nanti kita akan sidak, dek ke PLTA, kalau perlu kita hearing dengan PLTA,” kata ketua DPD PAN Kerinci ini.
Untuk diketahui Sesuai amanat undang-undang, tiap perusahaan, sesuai aturan wajib melaporkan tenaga kerjanya ke dinas tenaga kerja setempat. Di Kabupaten Kerinci, Dinas Tenaga Kerja dan Koperasi mengaku belum menerima laporan tenaga kerja, pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kabupaten Kerinci, yang dikerjakan oleh PT Kerinci Merangin Hidro (KMH).
“Yang mengerjakan PLTA tersebut adalah PT SSS, PT Elang Batuah, Bukaka, dan induknya adalah PT Kerinci Merangin Hidro,” kata Amir Syafruddin, Kabid Tenaga Kerja, Dinas Tenaga Kerja dan Koperasi Kabupaten Kerinci.
Padahal kata dia, seharusnya penempatan tenaga kerja untuk pembangunan PLTA tersebut harus dilaporkan. Baik itu tenaga kerja lokal, maupun tenaga kerja asing. Dicontohkannya PTPN VI, yang menurut dia rutin menyampai laporannya ke dinas.
“Untuk PLTA sampai sekarang belum ada laporan tenaga kerja ke dinas,” kata dia, sambil menambahkan pihaknya akan berencana menyurati perusahaan yang bersangkutan. Lanjutnya, jika tidak melaporkan tenaga kerjanya, maka perusahaan tersebut melanggar Undang-Undang Tenaga Kerja.
“Mestinya dalam rekrutmen tenaga kerja harus jelas, berapa jumlah tenaga kerja. Harus ada laporan ke kita. Jumlah tenaga kerja asing ada apa tidak, mesti dilaporkan juga,” lanjutnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan secara tertulis pada saat mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan. Setiap perusahaan wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada menteri atau pejabat yang telah ditunjuk.
Di dalam laporan tersebut harus memuat keterangan seperti identitas perusahaan, hubungan ketenagakerjaan, perlindungan ketenagakerjaan, kesempatan kerja, dan lain sebagainya. Wajib lapor perusahaan memiliki arti yang cukup penting bagi perusahaan. Apabila perusahaan lalai dalam menjalankan kewajiban ini, maka akan dikenakan sanksi.
Sementara itu, Humas PLTA Isardi, hingga berita ini dipublis belum bisa memberikan keterangan. Saat dicoba dikonfirmasi belum ada tanggapan. (Hdp)